PENDAHULUAN
Sebelum islam datang Pulau Jawa sangat identik dengan budaya-budaya
Hindu-Budha yang datang terlebih dahulu, dan sangat kental dengan kepercayaan
Animesme-dinamisme yang merupakan kepercayaan awal penduduk jawa. Dalam
pencariannya pada sosok yang menjadi tempat kembalinya segala sesuatu. Bukti
datangnya agama Hindu di Jawa yaitu dengan ditemukannya prasasti-prasasti dari
batu yang ditemukan dipantai utara Jawa. Yang merupakan deskripsi mengenai
beberapa upacara yang dilakukan seorang Raja.
Sebagai tokoh yang melambangkan pusat dari alam semesta seorang Raja
juga dibebani tugas-tugas keagamaan yang berat. Menurut mereka Raja adalah
jelmaan Dewa, yang anggapan bahwa stabilitas keamanan, dan kemakmuran Negara
dapat dipertahankan dengan menjaga keseimbangan dan menambah kesaktiannya
dengan bertapa, bersemedi, dan dengan melaksanakan berbagaimacam ritus dan
upacara keagamaan. Dimana berbagai benda keramat, nayanyian dan kesusasteraan
keramat, mentera-mantera.
Dan kebudayaan yang diwariskan dari penyebaran Agama Budha berupa kesusasteraan
jawa kuno, kakawin yang berbentuk puisi. Kesusasteraan ini mengambil
tema-tema dari cerita-cerita pahlawan India Ramayana dan Mahabaratha yang
banyak dipetik dalam pementasaan wayang.
Sesudah Islam datang ke Indonesia, lakon wayang semakin rancau.
Agama Islam tidak mengenal istilah Trimurti dan system Dewa-dewa yang
panteistis. Para wali songo mengubah suatu system hierarki kedewaan yang
menempatkan para Dewa sebagai pelaksana perintah Tuhan saja, bukan sebagai
Tuahan. Disusunlah cerita-cerita baru yang bernafas Islami, hal ini bertujuan
untuk mendudukan cerita Islam di atas cerita wayang yang masih bersifat
Hinduistis. Karena itu, upaya mereka tidak dirasakan asing oleh masyarakat dan
sangat komunikatif.
Diantara wali songo yang popular dengan dakwah menggunakan wayang
adalah Sunan Kali Jaga. Yang juga dikenal sebagai budayawan yang santun dan seniman wayang yang hebat. Bagkan
sebagian orang Jawa menganggap sebagai guru agung dan suci di
tanah Jawi. Takhanya oleh rakyat, tetapi juga cendekiawan dan penguasa. Raden
Fatah dari Kasultanan Demak sering kali meminta nasihat. Pendekatan cultural
yang dilakukan Sunan Kali Jaga dalam dakwahnya melahirkan istilah Islam Kejawen
dengan cirri khasnya yaitu keselarasan hubungan antara agama, Negara dan
budaya.
Dakwah yang dilakukan Wali Songo ini menunjukkan keuniversalisan
Islam, menegaskan bahwa agama sesuai fitrah manusia. Seperti dalam Al-Quran
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $Zÿ‹ÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pköŽn=tæ 4 Ÿw Ÿ@ƒÏ‰ö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 šÏ9ºsŒ ÚúïÏe$!$# ÞOÍhŠs)ø9$# ÆÅ3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÌÉÈ
“Maka hadapankanlah wajahmu dengam lurus kepada fitrah Allah…[QS
30:30]. Di jelaskan dalam bukunya Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran: “kalau
kita menyadari bahwa fithrah/naluri kemanusiaan merupakan sesuatu yang
dimiliki oleh seluruh manusia, kapan dan dimana saja, maka itu berarti bahwa
Al-Quran mengklaim bahwa ajaran agama yang diperkenalkannya sesuai dengan
seluruh manusia. Karena Islam lebih meniti beratkan isi dan makna, dari pada
bentuk-bentuk”. (Quraish Shihab, 1999: 213)
ISLAMISASI
KEUDAYAAN JAWA
Proses Islamisasi
di Jawa bisa dilacak melalui sejarah perkembangan Tasawuf atau mistik Islam.
Perkembangan mistik Islam Jawa sebenarnya dipengaruhi oleh mistikus Islam,
yaitu Abu yazid Al bustomi [875M], Husein bin Mansur Al Hallaj [922], Ibnu
Arabi [1240], Muhammad Ibnu Fadhilah[1620mM]. ulama besar dari Aceh pun juga
memengaruhi perkembangan mistik Jawa yaitu Hamzah Al Fansuri[1630M], penyair pertama yang memperkenalkan syair kedalam sastra Melayu.
Syair-syairnya seperti Syair Burung Paingai, Syair Burung Pungguk. Syamsudin
Pasai [1636M], dikenal dengan nama Sultan Iskandar
Muda. Pada masanya kajian satra dan pendidikan Agama mengalami kemajuan pesat.
Nurruddin Ar Raini[1644M] Mufti kerajaan
Kesultanan Aceh, pemerintahan Sultan Iskandar Sani, dan Abdul Rauf Singkel [1690] Pada masa Sultan Safiatuddin Tajul
Alam, ia menjadi Mufti kerajaan. Ia juga dikenal sebagai penulis produktif.
Kitab Tafsirnya dalam bahasa Melayu yang berjudul Turjuman al-Mustafid,
merupakan kitab tafsir pertama yang dihasilkan Nusantara. (Ensiklopedi Islam untuk Anak Pelajar, 2010: 10-11)
Sejak awal agama Islam sudah
berpengaruh pada kelas menengah kaum dagang, kelompok professional di seluruh
kawasan asia tenggara, terutama di wilayah pantai pesisir. Data tertua tentang
adanya kesultanan islam di Nusantara terdapat di Pasai, Sumatara Utara, yaitu
berupa nisan sultan Malik al saleh yang meninggal pada1297 M.
Ketika Malaka mulai tumbuh sebagai
pusat perdagangan yang baru,banyak pedagang dari Arab, India, dan Persia yang
meninggalkan Pasai. Mereka telah menjadi lapisan elit yang kayaberkat perdagangan
yang mereka kusai. Disamping itu terdapat ulama yang sebagian besar
berkebangsaan Arab. Mereka inilah yang berperan mengajarkan agama Islam di
lingkungan masayarakat Bandar-bandar pusat perdagangangan yang tersebar di Asia
tenggara. Hubungan anatara Majapahit dengan kasultanan Malaka bukan hanya dalam
pemerintahan. Majapahit memperoleh pasokan barang-barang mewah dari Kasultanan
Malaka, dan sebaliknya Majapahit memberikan memberikan bahan-bahan makanan
berupa beras serta hasil panen. Malaka berperan penting dalam mempercepat
Islamisasi di Bandar-bandar sepanjang jalur perdagangan, kedaerah ibu kota
Majapahit. Ini merupakan awal dari pertumbuhan Komunitas Islam yang akan
menyebar sampai kedalam pulau jawa. (Purwadi, 2007:1 &4)
Pengaruh mistik yang di bawa
mistikus Islam medapatkan sambutan yang hangat di Jawa, karena sejak zaman
sebelum masuknya Islam, tradisi kebudayaan Hindu-Budha yang terdapat disana
sudah didominasi oleh unsur-unsur mistik. Seperti nyanyian, mantra-mantara
kramat, kasusasteraan keramat, dan wayang. Masyarakat Pulau Jawa sangat kental
dengan warisan kebudayaan Agama Hindu-Budha tersebut. Untuk itu dalam
menyiarkan Islam Para Wali songo melakukan pendekatan cultural. Dengan masih
mempertahankan budaya dan memasukkan unsur Agama Islam didalamnya.
Ampel Denta atau yang lebih kita
kenal dengan sebutan Sunan Ampel yang merupakan Pembina pondok pesantren
pertama di Jawa timur. Beliau tidak setuju terhadap adat istiadat masyarakat
Jawa, misalnya kebisan mereka mengadakan sesaji dan selamatan. Tapi adat itu
tidak bisa dihilangkan segera akhirnya beliau mencampurkan nilai islam
didalamnya. Yang dulunya berisi pemujaan
pada Dewa-dewa atau nenek moyang, oleh Wali Songo diberikan sentuhan Islam
dengan diisi dzikir mengucapkan Laillaha
Illallah yang dibaca bersama-sama secara berulang. (Kondjoroningrat 1994:
346)
Sunan Bonang putra sulung Sunan
Ampel yang juga menjdi guru Sunan Kali jaga. Beliau termasuk Wali Songo yang
sukses dalam menyiarkan agama Islam di Jawa. Beliau yang membantu Raden Fatah
dalam mendirikan Masjid Demak. (Purwadi, 2007: 18)
Sunan Bonang menyebarkan Islam
dengan menyesuaikan corak kebudayaan masyarakat Jawa yang menggemari wayang dan
music gamelan. Untuk itu ia menciptakan gending-gending yang memiliki nilai
keislaman. Setiap bait lagu diselingi dengan ucapan dua kalimat Syahadat (Syahadatain), yang sampai sekarang
dikenal dengan istilah Sekaten.
Sunan Muria yang menggunakan
kesenian sebagai sarana berdakwah dengan menciptaka tembang sinom, yang
melukiskan suasana ramah tamah dan berisinasehat. Dan kinanthi yang bernada
gembira digunakan untuk menyampaikan ajaran agama, nasehat, dan filsafat hidup.
Sunan Drajat juga
menggunakan media kesenian dalam berdakwah, ia menciptakan tembang
pangkur.begitu juga Sunan Kali Jaga, jasa beliau yang luar bisa besarnya adalah
kemampuannya menyampaikan ajaran Agama Islam dengan cara wicaksana, dan mudah
diterima oleh berbagai laisan social. Beliau memberikan wejangan dengan
berdasarkan tiga hal, yaitu momong (bersedia untuk
mengemong , mengasuh, membimbing dan mengarahkan. Seperti Nyai dengan
Santrinya, Guru dengan muridnya), momor (bersedia bergaul, bercampur, berkawan, dan
bersahabat), dan momot(kesediaan menmpung
aspirasi dari berbagai kalangan yang beraneka ragam.
Beliau juga dikenak sebagai budyawan dan
seniman ia menceriakan aneka cerita wayang yang bernafaskan Islam. Dalam seni
suara, ia adalah pencipta lagu Dandanggula, yang mengajarkn tetnag rukun iman.
Mengenai riwayat pertunjukan wayang,
wayang merupakan warisan bangsa Indonesia yang sudah berabad-berabad yang sudah
banyak mengalami pekembangan. Awalnya cerit apewayangan bersumber dari epos
India, yaitu cerita Mahabarata, Dewi
Drupadi menjadi istri lima orang Pandawa sekaligus (Yudistira, Bima, Arjuna,
Nakula dan Sadewa). Tetapi dalam pementasan wayang sunan Kali jaga, Dewi
Drupadi hanya menjadi istri Prabu Yudhistira. Karena selain dalam dalam budaya
dan tradisi Jawa tidak diperknankan, dalam Islam juga tidak membolehkan adanya poliandri. Begitu juga dengan bentuk
wayng yang semulannya berbentuk seperti manusia di ubah miring. Sunan Kali Jaga
juga membuat tokoh wayang yang bernama Semar, Petruk, Gareng, dan Bagong yang dikenk
dengan tokoh Punakawan yang lucu.
Semar dari kata Arab Simmar atau ismarun artinya paku. Alat untuk
menancapkan sutu barang, agar tegak, kuat, dan tidak goyah.nama lainnya Ismaya,
yang berasal dari kata Asma-Ku, symbol kemantapan dan keteguhan. Karena itu
ibadah harus didasari keyakikan kuat agar ajarannya tertancap sampai mngkar.
Nala Gareng, anak dari Semar. Nala Gareng berasal dari kata Naala Qorin yang artinya memperoleh
banyak kawan. Tujuan dakwah, yaitu memperbannyak kawan, memperluas sahabat dan
mengajak mereka menyembah Allah. Yang dalam Bahasa religinya Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Petruk dari
kata Fatruk artinya tinggalakan yang
jelek. Bagobg dari kata Bogho yang
berarti pertimbangan makna dan rasa, antara baik dan buruk, benar dan salah.
Harus berani melwan siapapun yang zalim. (Purwadi, 2007: 175-178)
Contoh dalam bidang seni suara,
cuplikan dari lagu Dandhanggula:
“…Wa man tu bi’lahi, tegesipun pracaya ing
Allah, ing Pangeran sejatine, ya Pangeran kang Agung, kang akarya bumi lan
langit, ngganjar lawan niksa, mring manusa sagung langgeng tur murba misesa, Maha Suci angganjar paring rejeki,
aniksa ngapura.”
Artinya, “Sifat iman itu percaya
kepada Allah, Tuhan Maha Besar, yng menciptakan bumi dan langit, memberi dan
menyiksa kepada sluruh manusia, kekal dan berbuat sekehendaknya, yang member
rejeki, yang member siksa, dan mengampuni.”
Itu beberapa pendekatan yang
dilakukan Wali Songo dalam menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Dan merekalah
yang memelopori dakwah Islam di bumi jawa. Wali songo dianggap sebagai
tokoh-tokoh sejarah karismatik yang membumikan islam ditanah yang sebelumnya
berkembang tradisi Hindu-Budha. (Ensiklopedi Islam untuk Anak Pelajar, 2001:
51)
PENGARUH ISLAMISASI JAWA SANG WALI
Dakwah yang dilakukan Wali Songo
memang sangat bagus, menyebarkan Islam dengan jalan damai, tanpa ada kekerasan.
Yang itu menunjukkan bahwa Islam adalah Agama yang mengayomi, yang tidak sarat
dengan kekerasan. Dan itu patut dicontoh pada saat ini, dimana banyak
Ormas-Ormas yang mengakunya menyiarkan Islam, tapi yang didapat malah membunuh
Islam itu sendiri. Seperti kejadian Bom Bali pada tahun 2006 lalu, para pelaku
Bom Bali yang disebut Teroris kebanyakan beragama Islam. Yang mengangggap apa
yang dilakukkannya adalah bentuk Jihad Fi
Sabillah, jika mereka mati dalam pengeboman itu maka disebut Mati Syahid. Tapi kenyataannya yang
didapat bukan banyak orang yang berbondong-bondong masuk Islam tapi keluar dari
Islam. Bahkan orang-orang aties dan awam yang tidak memiliki agama, yang
pengetahuan agamanya sangat minim atau agama-agama lain menganggap bahwa Islam
adalah agama yang sarat dengan kekerasan. Apalagi didukung tindakan-tindakan
Ormas Islam yang anarki, yang mengebom Gereja, menghancurkan tempat-tempat
hiburan dengan cara yang tidak pantas. Dan membuat sebuah doktrin bahwa orang
Islam dalah teroris. Apa itu tidak sngat ironis?. Ini menghilankan citra agama
Islam yang memiliki misi sebagai Rahmatal
lil ‘alamin terhadap dunia.
Tapi dibalik keberhasilan Wali Songo
dalam berdakwah, ada unsur negative dimasa ini. Seperti yang dikemukakan oleh
Nurcholish Madjid yang menulis artikel denga judul “Masalah Tradisi dan Inovasi
Keislaman dalam Bidang Pmikiran serta Tantangan dan Harapannya di Indonesia” ia
menegaskan bahwa Agama dan budaya hanya dapat dibedakan tetapi tidak dapat
dipisahkan. Cara barfikir yang benar dalam kaitannnya dengan masalah tradisi
dan inovasi, menghendaki kemampuan untuk membedakan antaa keduannya. Akan
tetapi, kebannyakan orang sulit melakukannya. Maka lahirlah ekacauan dalam
menentukn herarki nilai, yaitu penentuan mana yang lebih tinggi dan mana yang
lebih rendah, atau penentuan mana yang absolute dan mana yang relative.
Salah satu contoh yang dikemukakan
Nurcholis Majid adalah bedug dan kentungan. Sebelum orang Indonesia mampu
membuat menara yang tinggi sehingga suara azan dapat terdengar cukup jauh,
pemberitahuan dan pemanggilan untuk melaksanakan sholat dengan pemukulan bedug
dan kentungan-sebagai pinjaman dari Budaya Hindu-Budha-adalah yang paling
mungkin, karena radius jangkauan suara azan dalam lingkungan daerah tropis yang
subur dan penuh pepohonan jauh lebih pendek dan sempit dari pada lingkungan
padang pasir yang tidak tumbuh tanaman. Ketika orang sudah mampu membuat menara
tinggi palagi setelah adanya pengeras suara, bedug dan kentungan menjadi tidak
relevan, harus dievaluasi dan didesakralisasi (dicopot dari nilai kesuciaannya;
bahwa itu bukan Agama melaikan budaya belaka). (Abd Atang, dkk, 2003: 50-51)
Sejalan dengan hal ini maka yang
berkembang kemudian dikalangan Islam Tradisionalis adalah sikap Taqlid
(mengekor) sehingga pada taraf tertentu menimbulkan sikap patuh dan taat tanpa
syarat kepada para ulama dan kyai yang diikutinya. (Syarif Hidayatullah,
2010:47)
Dan memunculkan yang namnya Islam
Kejawen. Yang masih sarat dengan upacara-upacara keagamaan yang sebenarnya
bagus tapi menjadi terlihat syirik. Slametan,
yang sebenarnya bermakna bersyukur atas segala apa yang telah kita dapatkan.
Tetapi jadi berbeda kerena adanya campuran-campuran budaya yang disalah artikan
menjadi berbeda. Yang asalnya ditujukan pada Allah malah di tujukan pada benda
atau sesuatu selain Allah.
Tingkeban
upacara yang ditujukan pada kandungan seorang perempuan. Yang oleh orang jawa
sering dikenal dengan nama mitoni.dan
ritual-ritual lainnya yang harus dilakukan oleh seorang perempuan sampai ia
melahirkan. Nyekar, atau ziarah
kubur. (Kondjoroningrat, 1994:343). Dalam islam memang di anjurkan untuk
berziarah kubur dan melayat, dengan tujuan agar kita mengingat bahwa kita suatu
saat juga akan memasuki fase itu. Tapi adanya salah pemaham, menjadikan nyekar
atau ziarah kubur di lakukan dengan tujuan mendapatkan berkah dari orang yang
telah meniggal. Apalagi yang meninggal seorang kyai. Dan masih banyak lagi.
BUDAYA DAN ISLAM INDONESIA SEKARANG
Anak-anak jawa sekarang lebih banyak diajarkan untuk berdiri sendiri
dan memiliki tanggung jawab pribadi. Kebutuhan akan sifat ini tentu merupakan
akibat dari menipisnya nilai gotong royong pada umumnya. Sebaliknya, pancasila
menonjolkan pentingnya gotong-royong itu, usaha bersama, saling tolong
menolong, ini dipelihara terus-meneru, akan mengurangi keceptan perkembangan
dari suatu pandangan individualisme liberal pada orang Indonesia umumnya, dan
orang jawa khususnya. (kondjoroningrat, 1994: 445).
Hal ini dibuktikan dengan semakin
menipisnya budaya Jawa bahkan Indonesia yang diketahui dan dilestarikan.
Dolan-dolan, lagu-lagu dolanan, dan pengetahuan Bahasa Jawa maupun Indonesia
sekarang jarang dapat ditemui, mungkin hampir punah. Semua itu telah
tergantikan dengan mainan-mainan yang lebih canggih dan modern. Padahal dari
dolanan jawa itu banyak tersirat makna tentanng kehidupan dan agama. Bahasa
Jawa yang begitu santun sudah jarang yang menggunakan, paling bisa ditemui di
pesantren-pesantren salaf yang masih kental dengan tradisi Ta’dzin pada guru. Karena untuk pesantren-pesantren modern lebih di
tekankan pada Bahasa Asing (Inggris dan Arab). Bahkan pernah diberitakan
anak-anak yang baru mulai memasuki TK, bahkan Play Group di latih menggunakan
Bahasa Inggris. Akankah hilang Bahasa Indonesia lebih-lebih Jawa?. Atau hanya
akan jadi sejarah yang tersingkirkan?.
Untuk Islam di Indonesia sekarang
sedang mengalami kemerosotan, dimana muslim yang harusnya bersatu malah
bercerai-berai, saling fanatic dengan pendapat dan keyakinannya masing-masing.
Hingga muncul berbagai aliran Islam di Indonesia.
Islam
Tradisionalis, yang banyak
dianut orang pedesaan dan yang masih mengikuti ajaran-ajaran yang yang di
sebarkan Wali Songo. Yang identik dengan NU (Nahdatul Ulama). Tapi banyak
diantara mereka yang dalam sektor kehidupan sehari-hari menjalani kehidupan
yang sangat modern, dan mengasosiasikan diri golongan modernis, namun ketika
kembali kepada persoalan teologi dan kaitannya dengan usaha manusia, mereka
sesungguhnya lebih layak dikategorikan sebagai golongan tradisionalis. (Abd
Atang, 2003: 194-196)
Islam
Modernis, yang memiliki asumsi bahwa keterbelakangan umat Islam karena
mereka melakukan sakralisasi terhadap semua bidang kehidupan. Oleh karena itu,
mereka cenderung melihat nilai-nilai sikap, mental kreatifitasan, budaya, dan
teologi sebgai pokok prmasalahan. (Abd Atang, 2003: 196) Dan tentunya masih
banyak lagi.
Pribumisasi
Islam, gagasan baru yang dilontarkan oleh Abdulrrahman Wahid ini
dimaksudkan untuk mencairkan pola dan karakter Islam sebagai suatu yang
normative yang berasal dari Tuhan dan praktik keagamaan mnjadi suatu yang
kontekstual. Dalam gagasan ini tergambar bagaimana Islam sebagai ajaran
normative yang berasal dari Tuhan diakomodasikan kedalam kebudayaan yang
berasal dari manusia tanpa kehilangan identitasnya masing-masing. Gagasan ini
bukan upaya untuk menghindarkan timbulnya perlawanan dari kekuatan kebudayaan
setempat, namun justru untuk memelihara dari kesirnaannya akibat kehadiran
islam.
Menurut M. Imamudin Rahmat, ada
beberapa karakter yang melekat pada gagasan “Pribumisasi Islam” atau “Islam
pribumi” ini, yaitu:
Pertama, kontekstual, Islam dipahami sebagai ajaran yang terkait dengan
zaman dan tempat. Dengan demikian, Islam akan mampu terus memperbarui diri dan
dinamis dalam merespon perubahan zaman serta dengan lentur mampu berdialog
dengan kondisi masyarakat yang berbeda-beda untuk melakukan proses adaptasi
kritis.
Kedua,
Toleran, gagasan pribumisasi Islam akan menumbuhkan kesadaran unuk bersikap
toleran terhadap prbedaan penafsiran Islam. Semangat keagamaan inilah yang
menjadi pilar lahirnya Indonesia.
Ketiga,
menghargai tradisi, sebagai kesadaran bhwa Islam pada maa Nabi saw dibangun dan di penghargaanpada tradisi
lama yang baik, karena sesungguhnya Islam tidak memusuhi tradisi lokaltradisi
local ini justru menjadi sasaran Vitalisasi Islam .
Keempat, progresif, dengan perubahan praktik keagamaan di masa Islam
menerima aspek progresif dan ajaran realitas yang dihadapinya.
Kelima,
membebaskan, Islam menjadi ajaran yang dapat menjawab problem-problem nyata
kemanusiaan secara universal tanpa melihat perbedaan agama dan etnik.
Menurutnya yang dibutuhkan oleh umat
Islam Indonesia adalah menyatukan aspirasi nasional. Dimana Islam, sebagai
salah satu agama yang diakui Indonesia selain agama-agama yang lain,
diakyualisasikan sebagai inspirasi spiritual bagi tingkah laku kehidupan
seseorang atau kelompok, dalam bermasyarakat dan bernegara. (Syarif
Hidayatullah, 2010: 51-53)
KESIMPULAN
Dari ketiga pemikiran diatas Islam
Indonesia mengalami banyak perubahan-perubahan yang sangat berdapak pada
masyarkat baik negative maupun positive. Diantara yang negative, memudarnya
budaya Indonesia khususnya jawa, entah yang berbau budaya Hindu-Budaha atau
yang berunsur Islam. Yang makin tidak dikenali oleh orang-orang pribumi. Bahsa
sendiri saja sedikit banyak sudah terlupakan, mungkin orang yang bisa menulis
dan membaca aksara jawa bisa dihitung.
Sisi positivenya, Islam yang berbau
syirik sedikit demi sedikit memudar. Masyarakat yang dulunya hanya Islam Tqlid
(mengikuti pemimpin agama), kini sudah mulai berkembang dengan
pemikiran-pemikiran yang lebih berkembang. Ini muncul setalah banyak penduduk
pribumi yang mencari ilmu dinegara-negara berkembang kembali.
Setelah itu muncul paham-paham baru dikalangan
masyarakat yang membuat masyarakat bingung dengan pemahan Agama Islam. Dan itu
perlunnya kita menilik kembali dakwah Wali Songo yang melakukan pendekatan dari
segala aspek. Tidak hanya menggembor-gemborkan dalil yang sama sekali
orang-orang awam tidak paham. Apalagi melakukan tindakan-tindakan kekerasan
yang membuat orang awam yang belum begitu paham agama, memahami Islam sebagai
Agama Kekerasan. Dan ini merupakan tugas intelektual muslim untuk mengembalikan
Islam Indonesia yang makin terpecah-pecah karna satu tujuan, menyiarkan Islam.
Untuk itu perlu mengkaji lagi gagasan yang dikemukakan Gus Dur.
DAFTAR PUSTAKA
ABD, Atang, dkk,
Metodologi Studi Islam, Bandung:
PT. Remaja Rosda Karya. 2003
Ensiklopedi
Islam untuk Anak, Jakarta: PT. Ikrar
Mandiri Abadi. 2001
Hidayatullah,
Syarif, Islam “Isme-Isme” Aliran dan Paham Islam di Indonesia, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 2010
Purwadi, Dakwah
Sunan Kalijaga, Penyebaran Agama Islam di Jawa Berbasis Kultural, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 2007
Koendjoroningrat,
Kebudayaan Jawa, Jakarta: PT.Balai Pustaka. 1994
Shihab,
Quraish, Membumikan Al Quran, Bandung: MIZAN. 1999