Laman

Kamis, 18 April 2013

MUSIK PRESPEKTIF ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN
Bernyanyi dan bermain musik adalah bagian dari seni, Dalam Ensiklopedi Indonesia disebutkan bahwa seni adalah penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia, yang dilahirkan dengan perantaraan alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indera pendengar (seni suara), indera pendengar (seni lukis), atau dilahirkan dengan perantaraan gerak (seni tari, drama)
Adapun seni musik (instrumental art) adalah seni yang berhubungan dengan alat-alat musik dan irama yang keluar dari alat-alat musik tersebut. Seni musik membahas antara lain cara memainkan instrumen musik, cara membuat not, dan studi bermacam-macam aliran musik. Seni musik ini bentuknya dapat berdiri sendiri sebagai seni instrumentalia (tanpa vokal) dan dapat juga disatukan dengan seni vokal. Seni instrumentalia, seperti telah dijelaskan di muka, adalah seni yang diperdengarkan melalui media alat-alat musik. Sedang seni vokal, adalah seni yang diungkapkan dengan cara melagukan syair melalui perantaraan oral (suara saja) tanpa iringan instrumen musik. Seni vokal tersebut dapat digabungkan dengan alat-alat musik tunggal (gitar, biola, piano, dan lain-lain) atau dengan alat-alat musik majemuk seperti band, orkes simfoni, karawitan, dan sebagainya.
Musik juga sudah di kenal Islam sejak lama, tak sedikit ilmuan-ilmuan Islam yang berkecimpumg dalam dunia musik, bahkan orang yang menemukan not ( do, re, mi, fa, sol, la, si, do) tak lain adalah seorang ilmuan Islam yang bernama Ishaq Al Muisili.
Namun dalam perkembangannya musik dalam Islam menjadi sebuah perdebantan yang sangat kontrafersional diantara beberapa ulma’-ulam’. Ada yang berpendapat mendengarkan musik atau bernyanyi adalah sesuatu kesenangan hidup yang di halalkan oleh Allah.
Ada yang berpendapat, bahwa nayanyian adalah seruling setan, perkataan yang tidak berguna, serta menghalangi orang dari mengingat Allah dan mengerjakan sholat. Bahkan mereka ada yang membuang jauh-jauh segala jnis musik.
Dan ada pula golongan yang ragu-ragu dari keduan golongan diatas. Mereka sepakat dengan mengharmkan nyanyian-nyanyian yang berisi kata-kata kotor, fasiq, atau menganjurkan kemaksiatan. Disisilain mereka sepakat memperbolehkan nyanyian yang tidak menggunakan alat music. Dan dengan syarat yang menyanyi bukanlah wanita.
Mengingat musik yang sekarang sudah seperti makanan pokok dalam kehidupan sehari-hari yang sengaja atau tidak sengaja hari-hari kita selalu didesaki dengan alunan musik. Maka penulis ingin sedikit mengulas bagaimana musik dalam prespektif Islam.




















BAB II
PEMBAHASAN

            Tulisan ini berwal dari sebuah pertanyaan di majalah yang menanyakan tentang bagai mana hukum mendengarkan musik dalam Islam. Di jelaskan dalam majalah ada dua pendapat dalam menghukumi itu. Yang yang mengharamkan dan ada pula yang menghalalkan. Dan masing-masing pendapat memiliki dasar masing-masing untuk menguatkan. Tentunya kita sebagai seorang muslim bisa menentukan mana yang haram dan mana yang halal dengan mengikuti dalil yang akurat terhadap pendapat seseorang sehingga jelas.
            Pada asalnya segala sesuatu itu boleh, berdasarkan firman Allah:
uqèd Ï%©!$# šYn=y{ Nä3s9 $¨B Îû ÇÚöF{$# $YèŠÏJy_ §NèO #uqtGó$# n<Î) Ïä!$yJ¡¡9$# £`ßg1§q|¡sù yìö7y ;Nºuq»yJy 4 uqèdur Èe@ä3Î/ >äóÓx« ×LìÎ=tæ ÇËÒÈ  
Dialah Allah, yang menjadikan segala sesuatau yang ada di bumi untuk kamu…” (al Baqoroh: 29)
            Dan rasulullah bersabda:
Artinya: “sesungguhnya Allah telah menetukan kewajiban-kewajiban maka janganlah kamu menyia-nyiakanya, dan menetapkan batas-batas (larangan) maka janganlah kamu melanggarnya, dan ia diamkan beberapa perkara sebagai rahmat buat kamu, nukan karena lupa, maka janganlah kamu mencari-carinya.”
Apabila seperti ini kaidahnya, maka manakah nash dan dalil yang menjadi acuan bagi golongan yang mengharamkan nyanyian dan sikap golongan yang memperbolehkannya?

Hukum Nyanyian atau Musik
            Maslah nyanyian/music dan mendengarkannya merupakan masalah yang sejak lama diperdebatkan, ada yang mutlak mengharamkan, ada yang mutlak menghalalkan.
Golongan yang mengharamkan nyanyian berdalil dengan riwayat dari Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abas serta sebagian tabi’in, bahwa mereka mengharakan nyanyian dengan argumentasi firman allah:
z`ÏBur Ĩ$¨Z9$# `tB ÎŽtIô±tƒ uqôgs9 Ï]ƒÏysø9$# ¨@ÅÒãÏ9 `tã È@Î6y «!$# ÎŽötóÎ/ 5Où=Ïæ $ydxÏ­Gtƒur #·râèd 4 y7Í´¯»s9'ré& öNçlm; Ò>#xtã ×ûüÎgB ÇÏÈ  
               Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.(Al Luqman: 6)           

Mereka menafsirkan kata Lahwul Hadits (perkataan tidak berguna) ini dengan nyanyian
Mereka berdalil dengan Firman Allah yang memuji sifat orang mukmin
#sŒÎ)ur (#qãèÏJy uqøó¯=9$# (#qàÊtôãr& çm÷Ztã (#qä9$s%ur !$uZs9 $oYè=»uHùår& öNä3s9ur ö/ä3è=»uHùår& íN»n=y öNä3øn=tæ Ÿw ÓÈötFö;tR tûüÎ=Îg»pgø:$# ÇÎÎÈ  

“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: "Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil".(al Qoshos: 55)
Menurut golongan ini, nyanyian termasuk perkataan yang tidak bermanfaat, karena itu wajib di jauhi
tPöqtƒur Ùyètƒ ãNÏ9$©à9$# 4n?tã Ïm÷ƒytƒ ãAqà)tƒ ÓÍ_tFøn=»tƒ ßNõsƒªB$# yìtB ÉAqߧ9$# WxÎ6y ÇËÐÈ  
27. Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: "Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul".( Al Furqon: 27)

Oleh sebagian mufasir kata “laghwu”, “al-lahwu”, dan “al-zuur  ditafsiri dengan al ghinah atau nyanyian/musik.
Meraka beralasan dengan hadits yang diriwayatkan oleh bukhori secara Mu’allaq (tanpa sanad) dari Abu malik atau Abu Amir al-Asy’ariyah, bahwa Nabi bersabda:
sungguh ada suatu kaum dari umatku yang menganggap hala terhadap wanita penghibur (zinaa), sutera, khamer dan alat-alat musik
Mereka berdalil dengan hadits:
“sesungguhnya Allah Ta’ala mengharamkan budak perempuan yang menjadi penyanyi, mengharamkan menjualnya, harganya, dan mengajarnya”

Mereka berdalil dengan apa yang diriwayatkan oleh Nafi’ bahwa Ibnu Umar pernah mendengar suara seruling seorang penggembala, lalu ia menutupkan kedua telingganya dengan jari tangan dan membelokkan kendaraannya dari jalan seraya bertanya, “wahai Nafi’, apakah engkau masih mendengarnya?” saya jawab. “ya.” Maka ia terus berjalan sehingga saya memberikan jawaban bahwa saya sudah tidak mendengarnya lagi. Setelah itu barulah ia melepaskan tanganya dan membelokkan kendaraannya ke jalan lagi, kemudian berkata, “Saya pernah melihat Rasulullah SAW. Mendengar seruliling pengembala, lalu beliau berbuat seperti ini.” (HR Ahmad, Abu Daud, Dan Ibnu Majah).
Mereka beralasan dengan riwayat:
sesunguhnya nyanyian itu dapt menumbuhkan kemunafikan dalam hati
Untuk mengharamkan nyanyian bagi wanita secara khusus, mereka berdalil dengan presepsi sebagian masyarakat bahwa suara wanita itu aurat.
Menurut pihak ini , nyanyian dapat membuat orang lupa kewajiban kepada Allah SWT.
Dari pendapat yang menharamkan nyanyian Imam Al Ghozali dalam Kitab Ihya’ ‘ulummudin-nya menjelaskan dalil atas diperbolehkannya mendengarkan musik. Tidak ada nash maupun qiyas yang menunjukkan bahwa mendengarkan nyanyian itu haram.
Adapun qiyas maka sesunguhnya nyanyian itu berkumpul beberapa pengertian yang sebaiknya diselidiki satu persatu kemudan dari keseluruhanya. Sebeneranya nyanyian itu mendengarkan suara yang merdu berirama (memakai not) yang difahami pengertiannya yang menggerakkan hati. Lalu sifat yang lebih umum ialah nyanyian itu adalah suara yang merdu dan suara yang merdu itu terbagi kepada: yang berirama dan tidak berirama. Yang berirama seperti syair-syair (pantun-pantun), yang tidak berirama seperti suara benda padat dan suara binatang. Adapun mendengar suara yang bagus di perbolehkan bukan di haramkan.
Di kembalikan kepada memperoleh kelezatan panca Indera pendengaran dengan merasakan apa yang khusus dengannya. Suara-suara yang diperoleh dengan panca indera pendengaran terbagi kepada yang dirasa lezat seperti sura burung murai dan bunyi serunai, dan yang dibenci seperti suara keledai dan lainnya. Maka langkah jelasnya panca indera ini dan kelezatannya di qiyaskan kepada panca indera lainnya dan kelezatanya.
Adapun nash yang menunjukkan atas diperbolehkannya mendengar suara bagus sebagaii anugerah Allah kepada hamba-Nya dengannya ketika Allah berfirman:
ßôJptø:$# ¬! ̍ÏÛ$sù ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur È@Ïã%y` Ïps3Í´¯»n=yJø9$# ¸xßâ þÍ<'ré& 7pysÏZô_r& 4oY÷V¨B y]»n=èOur yì»t/âur 4 ߃Ìtƒ Îû È,ù=sƒø:$# $tB âä!$t±o 4 ¨bÎ) ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« ֍ƒÏs% ÇÊÈ 
1. Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, yang menjadikan Malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Fathir: 1)

Maka dikatakan bahwa itu (pa yang Dia kehendaki) adalah suara yang merdu. Dalam sebuah hadis:
Tidaklah Alah mengutus seorang Nabi melainkan bagus suaranya
Dan Rasulullah bersabda:
Allah ta’ala lebih mendengarkan orang yang bagus suaranya dalam membaca Al Qur’an daripada orang yang mempunyai biduanita kepada biduanitanya”
Dalam hadis yang menerangkan pujian kepada Nabi Daud AS:

Sesungguhnya dia adalah bagus suaranya ketika menangisi dirinya dan ketika membaca Zabur  sehinga manusia, jin, binatang liar dan burung berkumpul untuk mendengar suaranya dan dibawa ke majelisnya empat ratus jenazah mendekatinya di segala waktu.

Dan Rasulullah bersabda didalam memuji Abu Musa Al Asy’ari
sesungguhnya dia telah diberi serunai dari serunai-seruani keluraga Dawud
Dan firman Allah:
“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (luqman 19)

Kemudian dari segi iaramanya, atau alat-alat musik Imam Ghozali mengqiyaskannya pada suara burung serunai, suara-suara, yang keluar dari tubuh-tubuh lainnya dengan hasil usaha manusia seperti yang keluar dari kerongkongannya atau dari seruling dan tabur, terbang, dan lain-lainnya. Dan tidak dikecualikan dari alat-alat ini selain alat-alat permainan gitar dan serunai yang dilarang oleh agama bukan karena kelezatanya (atau keindahan bunyinya). Diharamkannya alat-alat itu karena mengikuti di haramkannya khamr di sebabkan tiga illat (alasan):
1.     Alat-alat itu membawa kepada minuman karena klezatan yang diperolehnya menjadi sempurna dengan minum khamr.
2.     Alat-alat itu bagi orang yang baru saja meminum khamr mengingatkan kepada tempat bersenang-bersenang dengan meminum khamr.
3.     Berkumpul kepada alat-alat permainan tersebut, apabila hal itu menjadi kebiyasaan orang-orang fasik, maka dilarang menyerupa mereka.
Maka dengan pengertian-pengertian inilah diharamkan serunai Iraq dan semua gitar seperti ud (mandolin), maracas, rebab, berbat, dan lain-lainnya.
Selain itu tidak dalam pengertian alat-alat permainan tersebut seperti alat permaianan penggembala, alat permaianan orang naik haji dan alat-alat permainan tikang pemukul tabur dan seperti tabur, suling dan tiap-tiap alat permainan yang dapat menimbulkan suara merdu yang berirama selain yang dibiaskan oleh ahli peminum karean semua itu tidak ada kaitannya  dengan minum khamr dan tidak mengingatkannya dan tidak membuat rindu kepadanya dan tidak menimbulkan penyerupaan dengan para ahli peminum khamer, maka tidak dalam pengertian khamr, maka tinggalah pada hukum aslinya yaitu diperbolehkan karena diqiaskan  kepada bunyi-bunyi burunburung dan lainnya.
Lalu dari segi syair, demikian itu tidak keluar dari kerongkongan manusia maka dipastikan hal itu di perbolehkan karena ia tidak lebih bahwa ia adalah sesuatu yang dapt dimengerti.
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya dari syair ada hikamh
Dan dari Amr Asy Syuraid dari ayahnya berkata: “ saya telah menyanyikan kepada Rasulullah Saw seratus syair dari ucapan Ummay bun Abish Shlt, setiap syair itu beliau bersabda: “lagi-lagi” kemudian bersabda: “Sesungguhnya hamper saja dia dalam syairnya masuk Islam”” (HR. Muslim).
Memperhatikan syair dari segi bahwa ia dapat menggerkkan hati dan membangunkan sesuatu yang menguasainya. Imam Ghazali berkata: “Allah Ta’ala memiliki rahasia dalam hal kesesuaian lagu-lagu yang berirama bagi jiwa sehingga ia benar-benar member kesan kepada jiwa dengan kesan yang menganggumkan. Maka sebagian suara-suara itu ada yang menggembirakan, ada yang menyusahkan, dan ada yang menidurkan, ada yang menertawakan, ada yang mengasyikkan ada yang menimbulkan dari anggota badan gerakkan-gerakan menurut iramanya dengan tangan, kaki dan kepala dan demikian itu bukan karena mengerti arti syair tersebut.”
Tetapi ini adalah berlaku pada tali-tali gitar sehingga dikatakan bahwa: “Barangsiapa yang tidak digerakkan oleh musim Rabi’ dan bunga-bunganya, gambus dan tali-talinya, maka dia adalah orang yang rusak tabiat badanya yang tidak ada obatny. Demikina itu karena mengerti arti syairnya sedang kesannya dapat dilihat pada bayi dalam ayunannya dan memalingkan dirinya dari hal yang menangiskannya kepada suara yang merdu.”

ANALISIS
            Menurut hemat saya dari kedua pendapat diatas umumnya yang mengharamkan nyanyian dan mendengarkan nyanyian itu melihat masalah dengan mengkaitkan factor-faktor di luar nyanyian dan mendengarkan nyanyian itu sendiri,,    Dari dalil golongan yang mengharamkan tidak mutlak salah, dimana nyanyian/music yang memang dekat hal-hal yang berbau maksiat seperti minum-minuman keras, menampakkan aurat, pergaulan bebas, setidaknya dihindari. 
            Sebaiknya juga kita juga harus membatasi diri, atara hiburan dan kewajiban kita terhadap Allah. Jadi gimana kita harus menyeimbangkan antara kedua hal itu. Atara urusan akhirat dan duniawi. Mendengarkan music/nyanyian hingga lupa ibadah dan dzikir dan sebagainya.
            Jadi dperbolehkannya nyanyian/music dalam Agama Islam bukan semata-mata buakan memberikan pengertian bahwa Islam itu bebas. Tetapi memberikan pengertian bahwa Islam itu Agama yang universal, Agama yang longgar.






BAB III
KESIMPULAN
            Nash-nash yang di jadikan dalil oleh golongan yang mengharamkan nyanyian adakalanya shohi tetapi tidak shorih (jelas), adakalanya shorih tetapi tidak shohih. Selain itu, tidak ada satupun hadist yang marfu’ kepada Nabi SAW. Yang patut menjadi dalil untuk mengharamkan nyanyian. Masing-masing hadistnya dilemahkan oleh ulama’ golongan mazdhab Zhahiri, Maliki, Hambali, dan Syafi’i.
            Al-Qadhi Abu Bakar Ibnul Arabi berkata didalam kitab Al Ahkam:
            Tidak ada sesuatu pun shohih dalam mengharamkan nyanyian
            Demikian pula yang dikatakan Imam Ghzali dan Ibnu Nahwir:berkata:
Ibnu Thaahir berkata: “Tidak ada satu huruf pun yang shohih mengenai masalah ini.
Ibnu Hazm berkata, “sesungguhnya riwayat yang mengharamkannya itu bathil dan maudhu’.”
















DAFTAR PUSTAKA

Al Ghazali, Imam. Ihya’ ‘Ulumuddin Jilid 4, Penerjemah. Moh. Zuhri, Dkk. Semarang: Asy-Syifa. 2009.

Bisri, Musthofa. “Hukum Mendengarkan Musik”. Dalam Mata Air Vol. XVII. Oktober 2008.

Qardhawi, Yusuf. Fatwa-Fatwa Konteporer Jilid 2. Penerjemah As’ad Yasin, Jakarta: Gema Insani Press. 2002.