Laman

Kamis, 05 April 2012

TRANSFORMASI ISLAM TERHADAP BUDAYA JAWA


 PENDAHULUAN
Sebelum islam datang Pulau Jawa sangat identik dengan budaya-budaya Hindu-Budha yang datang terlebih dahulu, dan sangat kental dengan kepercayaan Animesme-dinamisme yang merupakan kepercayaan awal penduduk jawa. Dalam pencariannya pada sosok yang menjadi tempat kembalinya segala sesuatu. Bukti datangnya agama Hindu di Jawa yaitu dengan ditemukannya prasasti-prasasti dari batu yang ditemukan dipantai utara Jawa. Yang merupakan deskripsi mengenai beberapa upacara yang dilakukan seorang Raja.  Sebagai tokoh yang melambangkan pusat dari alam semesta seorang Raja juga dibebani tugas-tugas keagamaan yang berat. Menurut mereka Raja adalah jelmaan Dewa, yang anggapan bahwa stabilitas keamanan, dan kemakmuran Negara dapat dipertahankan dengan menjaga keseimbangan dan menambah kesaktiannya dengan bertapa, bersemedi, dan dengan melaksanakan berbagaimacam ritus dan upacara keagamaan. Dimana berbagai benda keramat, nayanyian dan kesusasteraan keramat, mentera-mantera.
Dan kebudayaan yang diwariskan dari penyebaran Agama Budha berupa kesusasteraan jawa kuno, kakawin yang berbentuk puisi. Kesusasteraan ini mengambil tema-tema dari cerita-cerita pahlawan India Ramayana dan Mahabaratha yang banyak dipetik dalam pementasaan wayang.
Sesudah Islam datang ke Indonesia, lakon wayang semakin rancau. Agama Islam tidak mengenal istilah Trimurti dan system Dewa-dewa yang panteistis. Para wali songo mengubah suatu system hierarki kedewaan yang menempatkan para Dewa sebagai pelaksana perintah Tuhan saja, bukan sebagai Tuahan. Disusunlah cerita-cerita baru yang bernafas Islami, hal ini bertujuan untuk mendudukan cerita Islam di atas cerita wayang yang masih bersifat Hinduistis. Karena itu, upaya mereka tidak dirasakan asing oleh masyarakat dan sangat komunikatif.
Diantara wali songo yang popular dengan dakwah menggunakan wayang adalah Sunan Kali Jaga. Yang juga dikenal sebagai budayawan yang santun  dan seniman wayang yang hebat. Bagkan sebagian orang Jawa menganggap sebagai guru agung dan suci di tanah Jawi. Takhanya oleh rakyat, tetapi juga cendekiawan dan penguasa. Raden Fatah dari Kasultanan Demak sering kali meminta nasihat. Pendekatan cultural yang dilakukan Sunan Kali Jaga dalam dakwahnya melahirkan istilah Islam Kejawen dengan cirri khasnya yaitu keselarasan hubungan antara agama, Negara dan budaya.
Dakwah yang dilakukan Wali Songo ini menunjukkan keuniversalisan Islam, menegaskan bahwa agama sesuai fitrah manusia. Seperti dalam Al-Quran
 óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pköŽn=tæ 4 Ÿw Ÿ@ƒÏö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 šÏ9ºsŒ ÚúïÏe$!$# ÞOÍhŠs)ø9$#  ÆÅ3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÌÉÈ  
Maka hadapankanlah wajahmu dengam lurus kepada fitrah Allah…[QS 30:30]. Di jelaskan dalam bukunya Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran: “kalau kita menyadari bahwa fithrah/naluri kemanusiaan merupakan sesuatu yang dimiliki oleh seluruh manusia, kapan dan dimana saja, maka itu berarti bahwa Al-Quran mengklaim bahwa ajaran agama yang diperkenalkannya sesuai dengan seluruh manusia. Karena Islam lebih meniti beratkan isi dan makna, dari pada bentuk-bentuk”. (Quraish Shihab, 1999: 213)
ISLAMISASI KEUDAYAAN JAWA
            Proses Islamisasi di Jawa bisa dilacak melalui sejarah perkembangan Tasawuf atau mistik Islam. Perkembangan mistik Islam Jawa sebenarnya dipengaruhi oleh mistikus Islam, yaitu Abu yazid Al bustomi [875M], Husein bin Mansur Al Hallaj [922], Ibnu Arabi [1240], Muhammad Ibnu Fadhilah[1620mM]. ulama besar dari Aceh pun juga memengaruhi perkembangan mistik Jawa yaitu Hamzah Al Fansuri[1630M], penyair pertama yang memperkenalkan syair kedalam sastra Melayu. Syair-syairnya seperti Syair Burung Paingai, Syair Burung Pungguk. Syamsudin Pasai [1636M], dikenal dengan nama Sultan Iskandar Muda. Pada masanya kajian satra dan pendidikan Agama mengalami kemajuan pesat.
 Nurruddin Ar Raini[1644M] Mufti kerajaan Kesultanan Aceh, pemerintahan Sultan Iskandar Sani, dan Abdul Rauf Singkel [1690] Pada masa Sultan Safiatuddin Tajul Alam, ia menjadi Mufti kerajaan. Ia juga dikenal sebagai penulis produktif. Kitab Tafsirnya dalam bahasa Melayu yang berjudul Turjuman al-Mustafid, merupakan kitab tafsir pertama yang dihasilkan Nusantara. (Ensiklopedi Islam untuk Anak Pelajar, 2010: 10-11)
            Sejak awal agama Islam sudah berpengaruh pada kelas menengah kaum dagang, kelompok professional di seluruh kawasan asia tenggara, terutama di wilayah pantai pesisir. Data tertua tentang adanya kesultanan islam di Nusantara terdapat di Pasai, Sumatara Utara, yaitu berupa nisan sultan Malik al saleh yang meninggal pada1297 M.
            Ketika Malaka mulai tumbuh sebagai pusat perdagangan yang baru,banyak pedagang dari Arab, India, dan Persia yang meninggalkan Pasai. Mereka telah menjadi lapisan elit yang kayaberkat perdagangan yang mereka kusai. Disamping itu terdapat ulama yang sebagian besar berkebangsaan Arab. Mereka inilah yang berperan mengajarkan agama Islam di lingkungan masayarakat Bandar-bandar pusat perdagangangan yang tersebar di Asia tenggara. Hubungan anatara Majapahit dengan kasultanan Malaka bukan hanya dalam pemerintahan. Majapahit memperoleh pasokan barang-barang mewah dari Kasultanan Malaka, dan sebaliknya Majapahit memberikan memberikan bahan-bahan makanan berupa beras serta hasil panen. Malaka berperan penting dalam mempercepat Islamisasi di Bandar-bandar sepanjang jalur perdagangan, kedaerah ibu kota Majapahit. Ini merupakan awal dari pertumbuhan Komunitas Islam yang akan menyebar sampai kedalam pulau jawa. (Purwadi, 2007:1 &4)
            Pengaruh mistik yang di bawa mistikus Islam medapatkan sambutan yang hangat di Jawa, karena sejak zaman sebelum masuknya Islam, tradisi kebudayaan Hindu-Budha yang terdapat disana sudah didominasi oleh unsur-unsur mistik. Seperti nyanyian, mantra-mantara kramat, kasusasteraan keramat, dan wayang. Masyarakat Pulau Jawa sangat kental dengan warisan kebudayaan Agama Hindu-Budha tersebut. Untuk itu dalam menyiarkan Islam Para Wali songo melakukan pendekatan cultural. Dengan masih mempertahankan budaya dan memasukkan unsur Agama Islam didalamnya.
            Ampel Denta atau yang lebih kita kenal dengan sebutan Sunan Ampel yang merupakan Pembina pondok pesantren pertama di Jawa timur. Beliau tidak setuju terhadap adat istiadat masyarakat Jawa, misalnya kebisan mereka mengadakan sesaji dan selamatan. Tapi adat itu tidak bisa dihilangkan segera akhirnya beliau mencampurkan nilai islam didalamnya. Yang dulunya berisi  pemujaan pada Dewa-dewa atau nenek moyang, oleh Wali Songo diberikan sentuhan Islam dengan diisi dzikir mengucapkan Laillaha Illallah yang dibaca bersama-sama secara berulang. (Kondjoroningrat 1994: 346)
            Sunan Bonang putra sulung Sunan Ampel yang juga menjdi guru Sunan Kali jaga. Beliau termasuk Wali Songo yang sukses dalam menyiarkan agama Islam di Jawa. Beliau yang membantu Raden Fatah dalam mendirikan Masjid Demak. (Purwadi, 2007: 18)
            Sunan Bonang menyebarkan Islam dengan menyesuaikan corak kebudayaan masyarakat Jawa yang menggemari wayang dan music gamelan. Untuk itu ia menciptakan gending-gending yang memiliki nilai keislaman. Setiap bait lagu diselingi dengan ucapan dua kalimat Syahadat (Syahadatain), yang sampai sekarang dikenal dengan istilah Sekaten.
            Sunan Muria yang menggunakan kesenian sebagai sarana berdakwah dengan menciptaka tembang sinom, yang melukiskan suasana ramah tamah dan berisinasehat. Dan kinanthi yang bernada gembira digunakan untuk menyampaikan ajaran agama, nasehat, dan filsafat hidup.
            Sunan Drajat juga menggunakan media kesenian dalam berdakwah, ia menciptakan tembang pangkur.begitu juga Sunan Kali Jaga, jasa beliau yang luar bisa besarnya adalah kemampuannya menyampaikan ajaran Agama Islam dengan cara wicaksana, dan mudah diterima oleh berbagai laisan social. Beliau memberikan wejangan dengan berdasarkan tiga hal, yaitu momong (bersedia untuk mengemong , mengasuh, membimbing dan mengarahkan. Seperti Nyai dengan Santrinya, Guru dengan muridnya), momor (bersedia bergaul, bercampur, berkawan, dan bersahabat), dan momot(kesediaan menmpung aspirasi dari berbagai kalangan yang beraneka ragam.
             Beliau juga dikenak sebagai budyawan dan seniman ia menceriakan aneka cerita wayang yang bernafaskan Islam. Dalam seni suara, ia adalah pencipta lagu Dandanggula, yang mengajarkn tetnag rukun iman.
            Mengenai riwayat pertunjukan wayang, wayang merupakan warisan bangsa Indonesia yang sudah berabad-berabad yang sudah banyak mengalami pekembangan. Awalnya cerit apewayangan bersumber dari epos India, yaitu cerita Mahabarata, Dewi Drupadi menjadi istri lima orang Pandawa sekaligus (Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa). Tetapi dalam pementasan wayang sunan Kali jaga, Dewi Drupadi hanya menjadi istri Prabu Yudhistira. Karena selain dalam dalam budaya dan tradisi Jawa tidak diperknankan, dalam Islam juga tidak membolehkan adanya poliandri. Begitu juga dengan bentuk wayng yang semulannya berbentuk seperti manusia di ubah miring. Sunan Kali Jaga juga membuat tokoh wayang yang bernama Semar, Petruk, Gareng, dan Bagong yang dikenk dengan tokoh Punakawan yang lucu.
            Semar dari kata Arab Simmar atau ismarun artinya paku. Alat untuk menancapkan sutu barang, agar tegak, kuat, dan tidak goyah.nama lainnya Ismaya, yang berasal dari kata Asma-Ku, symbol kemantapan dan keteguhan. Karena itu ibadah harus didasari keyakikan kuat agar ajarannya tertancap sampai mngkar. Nala Gareng, anak dari Semar. Nala Gareng berasal dari kata Naala Qorin yang artinya memperoleh banyak kawan. Tujuan dakwah, yaitu memperbannyak kawan, memperluas sahabat dan mengajak mereka menyembah Allah. Yang dalam Bahasa religinya Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Petruk dari kata Fatruk artinya tinggalakan yang jelek. Bagobg dari kata Bogho yang berarti pertimbangan makna dan rasa, antara baik dan buruk, benar dan salah. Harus berani melwan siapapun yang zalim. (Purwadi, 2007: 175-178)
            Contoh dalam bidang seni suara, cuplikan dari lagu Dandhanggula:
            “…Wa man tu bi’lahi, tegesipun pracaya ing Allah, ing Pangeran sejatine, ya Pangeran kang Agung, kang akarya bumi lan langit, ngganjar lawan niksa, mring manusa sagung langgeng tur murba  misesa, Maha Suci angganjar paring rejeki, aniksa ngapura.”
            Artinya, “Sifat iman itu percaya kepada Allah, Tuhan Maha Besar, yng menciptakan bumi dan langit, memberi dan menyiksa kepada sluruh manusia, kekal dan berbuat sekehendaknya, yang member rejeki, yang member siksa, dan mengampuni.”
            Itu beberapa pendekatan yang dilakukan Wali Songo dalam menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Dan merekalah yang memelopori dakwah Islam di bumi jawa. Wali songo dianggap sebagai tokoh-tokoh sejarah karismatik yang membumikan islam ditanah yang sebelumnya berkembang tradisi Hindu-Budha. (Ensiklopedi Islam untuk Anak Pelajar, 2001: 51)


PENGARUH ISLAMISASI JAWA SANG WALI

            Dakwah yang dilakukan Wali Songo memang sangat bagus, menyebarkan Islam dengan jalan damai, tanpa ada kekerasan. Yang itu menunjukkan bahwa Islam adalah Agama yang mengayomi, yang tidak sarat dengan kekerasan. Dan itu patut dicontoh pada saat ini, dimana banyak Ormas-Ormas yang mengakunya menyiarkan Islam, tapi yang didapat malah membunuh Islam itu sendiri. Seperti kejadian Bom Bali pada tahun 2006 lalu, para pelaku Bom Bali yang disebut Teroris kebanyakan beragama Islam. Yang mengangggap apa yang dilakukkannya adalah bentuk Jihad Fi Sabillah, jika mereka mati dalam pengeboman itu maka disebut Mati Syahid. Tapi kenyataannya yang didapat bukan banyak orang yang berbondong-bondong masuk Islam tapi keluar dari Islam. Bahkan orang-orang aties dan awam yang tidak memiliki agama, yang pengetahuan agamanya sangat minim atau agama-agama lain menganggap bahwa Islam adalah agama yang sarat dengan kekerasan. Apalagi didukung tindakan-tindakan Ormas Islam yang anarki, yang mengebom Gereja, menghancurkan tempat-tempat hiburan dengan cara yang tidak pantas. Dan membuat sebuah doktrin bahwa orang Islam dalah teroris. Apa itu tidak sngat ironis?. Ini menghilankan citra agama Islam yang memiliki misi sebagai Rahmatal lil ‘alamin terhadap dunia.
           
            Tapi dibalik keberhasilan Wali Songo dalam berdakwah, ada unsur negative dimasa ini. Seperti yang dikemukakan oleh Nurcholish Madjid yang menulis artikel denga judul “Masalah Tradisi dan Inovasi Keislaman dalam Bidang Pmikiran serta Tantangan dan Harapannya di Indonesia” ia menegaskan bahwa Agama dan budaya hanya dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Cara barfikir yang benar dalam kaitannnya dengan masalah tradisi dan inovasi, menghendaki kemampuan untuk membedakan antaa keduannya. Akan tetapi, kebannyakan orang sulit melakukannya. Maka lahirlah ekacauan dalam menentukn herarki nilai, yaitu penentuan mana yang lebih tinggi dan mana yang lebih rendah, atau penentuan mana yang absolute dan mana yang relative.
            Salah satu contoh yang dikemukakan Nurcholis Majid adalah bedug dan kentungan. Sebelum orang Indonesia mampu membuat menara yang tinggi sehingga suara azan dapat terdengar cukup jauh, pemberitahuan dan pemanggilan untuk melaksanakan sholat dengan pemukulan bedug dan kentungan-sebagai pinjaman dari Budaya Hindu-Budha-adalah yang paling mungkin, karena radius jangkauan suara azan dalam lingkungan daerah tropis yang subur dan penuh pepohonan jauh lebih pendek dan sempit dari pada lingkungan padang pasir yang tidak tumbuh tanaman. Ketika orang sudah mampu membuat menara tinggi palagi setelah adanya pengeras suara, bedug dan kentungan menjadi tidak relevan, harus dievaluasi dan didesakralisasi (dicopot dari nilai kesuciaannya; bahwa itu bukan Agama melaikan budaya belaka). (Abd Atang, dkk, 2003: 50-51)
            Sejalan dengan hal ini maka yang berkembang kemudian dikalangan Islam Tradisionalis adalah sikap Taqlid (mengekor) sehingga pada taraf tertentu menimbulkan sikap patuh dan taat tanpa syarat kepada para ulama dan kyai yang diikutinya. (Syarif Hidayatullah, 2010:47)
            Dan memunculkan yang namnya Islam Kejawen. Yang masih sarat dengan upacara-upacara keagamaan yang sebenarnya bagus tapi menjadi terlihat syirik. Slametan, yang sebenarnya bermakna bersyukur atas segala apa yang telah kita dapatkan. Tetapi jadi berbeda kerena adanya campuran-campuran budaya yang disalah artikan menjadi berbeda. Yang asalnya ditujukan pada Allah malah di tujukan pada benda atau sesuatu selain  Allah.
            Tingkeban upacara yang ditujukan pada kandungan seorang perempuan. Yang oleh orang jawa sering dikenal dengan nama mitoni.dan ritual-ritual lainnya yang harus dilakukan oleh seorang perempuan sampai ia melahirkan. Nyekar, atau ziarah kubur. (Kondjoroningrat, 1994:343). Dalam islam memang di anjurkan untuk berziarah kubur dan melayat, dengan tujuan agar kita mengingat bahwa kita suatu saat juga akan memasuki fase itu. Tapi adanya salah pemaham, menjadikan nyekar atau ziarah kubur di lakukan dengan tujuan mendapatkan berkah dari orang yang telah meniggal. Apalagi yang meninggal seorang kyai. Dan masih banyak lagi.

BUDAYA DAN ISLAM INDONESIA SEKARANG

            Anak-anak jawa sekarang lebih banyak diajarkan untuk berdiri sendiri dan memiliki tanggung jawab pribadi. Kebutuhan akan sifat ini tentu merupakan akibat dari menipisnya nilai gotong royong pada umumnya. Sebaliknya, pancasila menonjolkan pentingnya gotong-royong itu, usaha bersama, saling tolong menolong, ini dipelihara terus-meneru, akan mengurangi keceptan perkembangan dari suatu pandangan individualisme liberal pada orang Indonesia umumnya, dan orang jawa khususnya. (kondjoroningrat, 1994: 445).
            Hal ini dibuktikan dengan semakin menipisnya budaya Jawa bahkan Indonesia yang diketahui dan dilestarikan. Dolan-dolan, lagu-lagu dolanan, dan pengetahuan Bahasa Jawa maupun Indonesia sekarang jarang dapat ditemui, mungkin hampir punah. Semua itu telah tergantikan dengan mainan-mainan yang lebih canggih dan modern. Padahal dari dolanan jawa itu banyak tersirat makna tentanng kehidupan dan agama. Bahasa Jawa yang begitu santun sudah jarang yang menggunakan, paling bisa ditemui di pesantren-pesantren salaf yang masih kental dengan tradisi Ta’dzin pada guru. Karena untuk pesantren-pesantren modern lebih di tekankan pada Bahasa Asing (Inggris dan Arab). Bahkan pernah diberitakan anak-anak yang baru mulai memasuki TK, bahkan Play Group di latih menggunakan Bahasa Inggris. Akankah hilang Bahasa Indonesia lebih-lebih Jawa?. Atau hanya akan jadi sejarah yang tersingkirkan?.
            Untuk Islam di Indonesia sekarang sedang mengalami kemerosotan, dimana muslim yang harusnya bersatu malah bercerai-berai, saling fanatic dengan pendapat dan keyakinannya masing-masing. Hingga muncul berbagai aliran Islam di Indonesia.
            Islam Tradisionalis, yang banyak dianut orang pedesaan dan yang masih mengikuti ajaran-ajaran yang yang di sebarkan Wali Songo. Yang identik dengan NU (Nahdatul Ulama). Tapi banyak diantara mereka yang dalam sektor kehidupan sehari-hari menjalani kehidupan yang sangat modern, dan mengasosiasikan diri golongan modernis, namun ketika kembali kepada persoalan teologi dan kaitannya dengan usaha manusia, mereka sesungguhnya lebih layak dikategorikan sebagai golongan tradisionalis. (Abd Atang, 2003: 194-196)
            Islam Modernis, yang memiliki asumsi bahwa keterbelakangan umat Islam karena mereka melakukan sakralisasi terhadap semua bidang kehidupan. Oleh karena itu, mereka cenderung melihat nilai-nilai sikap, mental kreatifitasan, budaya, dan teologi sebgai pokok prmasalahan. (Abd Atang, 2003: 196) Dan tentunya masih banyak lagi.
            Pribumisasi Islam, gagasan baru yang dilontarkan oleh Abdulrrahman Wahid ini dimaksudkan untuk mencairkan pola dan karakter Islam sebagai suatu yang normative yang berasal dari Tuhan dan praktik keagamaan mnjadi suatu yang kontekstual. Dalam gagasan ini tergambar bagaimana Islam sebagai ajaran normative yang berasal dari Tuhan diakomodasikan kedalam kebudayaan yang berasal dari manusia tanpa kehilangan identitasnya masing-masing. Gagasan ini bukan upaya untuk menghindarkan timbulnya perlawanan dari kekuatan kebudayaan setempat, namun justru untuk memelihara dari kesirnaannya akibat kehadiran islam.
            Menurut M. Imamudin Rahmat, ada beberapa karakter yang melekat pada gagasan “Pribumisasi Islam” atau “Islam pribumi” ini, yaitu:
            Pertama, kontekstual, Islam dipahami sebagai ajaran yang terkait dengan zaman dan tempat. Dengan demikian, Islam akan mampu terus memperbarui diri dan dinamis dalam merespon perubahan zaman serta dengan lentur mampu berdialog dengan kondisi masyarakat yang berbeda-beda untuk melakukan proses adaptasi kritis.
            Kedua, Toleran, gagasan pribumisasi Islam akan menumbuhkan kesadaran unuk bersikap toleran terhadap prbedaan penafsiran Islam. Semangat keagamaan inilah yang menjadi pilar lahirnya Indonesia.
            Ketiga, menghargai tradisi, sebagai kesadaran bhwa Islam pada maa Nabi  saw dibangun dan di penghargaanpada tradisi lama yang baik, karena sesungguhnya Islam tidak memusuhi tradisi lokaltradisi local ini justru menjadi sasaran Vitalisasi Islam .
            Keempat, progresif, dengan perubahan praktik keagamaan di masa Islam menerima aspek progresif dan ajaran realitas yang dihadapinya.
            Kelima, membebaskan, Islam menjadi ajaran yang dapat menjawab problem-problem nyata kemanusiaan secara universal tanpa melihat perbedaan agama dan etnik.
            Menurutnya yang dibutuhkan oleh umat Islam Indonesia adalah menyatukan aspirasi nasional. Dimana Islam, sebagai salah satu agama yang diakui Indonesia selain agama-agama yang lain, diakyualisasikan sebagai inspirasi spiritual bagi tingkah laku kehidupan seseorang atau kelompok, dalam bermasyarakat dan bernegara. (Syarif Hidayatullah, 2010: 51-53)

KESIMPULAN

            Dari ketiga pemikiran diatas Islam Indonesia mengalami banyak perubahan-perubahan yang sangat berdapak pada masyarkat baik negative maupun positive. Diantara yang negative, memudarnya budaya Indonesia khususnya jawa, entah yang berbau budaya Hindu-Budaha atau yang berunsur Islam. Yang makin tidak dikenali oleh orang-orang pribumi. Bahsa sendiri saja sedikit banyak sudah terlupakan, mungkin orang yang bisa menulis dan membaca aksara jawa bisa dihitung.
            Sisi positivenya, Islam yang berbau syirik sedikit demi sedikit memudar. Masyarakat yang dulunya hanya Islam Tqlid (mengikuti pemimpin agama), kini sudah mulai berkembang dengan pemikiran-pemikiran yang lebih berkembang. Ini muncul setalah banyak penduduk pribumi yang mencari ilmu dinegara-negara berkembang kembali.
  Setelah itu muncul paham-paham baru dikalangan masyarakat yang membuat masyarakat bingung dengan pemahan Agama Islam. Dan itu perlunnya kita menilik kembali dakwah Wali Songo yang melakukan pendekatan dari segala aspek. Tidak hanya menggembor-gemborkan dalil yang sama sekali orang-orang awam tidak paham. Apalagi melakukan tindakan-tindakan kekerasan yang membuat orang awam yang belum begitu paham agama, memahami Islam sebagai Agama Kekerasan. Dan ini merupakan tugas intelektual muslim untuk mengembalikan Islam Indonesia yang makin terpecah-pecah karna satu tujuan, menyiarkan Islam. Untuk itu perlu mengkaji lagi gagasan yang dikemukakan Gus Dur.  

DAFTAR PUSTAKA


ABD, Atang, dkk, Metodologi Studi Islam, Bandung:  PT. Remaja Rosda Karya. 2003
Ensiklopedi Islam untuk Anak, Jakarta: PT. Ikrar Mandiri Abadi. 2001
Hidayatullah, Syarif, Islam “Isme-Isme” Aliran dan Paham Islam di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010
Purwadi, Dakwah Sunan Kalijaga, Penyebaran Agama Islam di Jawa Berbasis Kultural, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007
Koendjoroningrat, Kebudayaan Jawa, Jakarta: PT.Balai Pustaka. 1994
Shihab, Quraish, Membumikan Al Quran, Bandung: MIZAN. 1999